Ibu dalam bahasa Sasak disebut Inaq. Inaqku bernama Musta’ah binti H Muhammad Thayyib. Ia adalah seorang perempuan yang tangguh tapi juga penuh kasih sayang. Sangat irit bicara dan tidak suka membicarakan kejelekan orang lain.
Inaq sangat pandai bercerita atau berdongeng menjelang aku tidur, begitu hendak membangunkanku untuk sholat subuh ia menyenandungkan lagu nasihat yang merdu.
Sepanjang ingatanku, tidak ada sedetik pun yang kuingat tentang pukulan dan bentakannya kepadaku. Mungkin karena memang itu tidak pernah ia lakukan. Ketika aku menangis, ia membiarkanku menangis sampai reda sendiri, setelah itu ia datang dan memelukku, seketika duniaku berubah dari duka menjadi suka.
Aku masih ingat beberapa tragedi tantrumku semasa kecil dulu, yang jika itu terjadi sekarang dengan anak-anakku, mungkin aku akan mengamuk dan membentak mereka. Tapi Inaq tidak pernah melakukan itu padaku. Tidak pernah. Alangkah berat warisan kesabaran yang dititipkan Inaq di pundakku. Bagaimana caranya agar aku bisa menirunya?
Inaq seorang perempuan yang sangat religius, bacaan-bacaan wiridnya sesuai shalat Maghrib begitu panjang dan menghanyutkannya. Senikmat itu. Dulu aku bingung dengan itu semua. Kini aku mengerti betapa itu adalah harta karun yang sangat berharga.
Terlalu banyak kenangan tentang Inaq, tapi aku akan menutup cerita tentang Inaq dengan percakapan ringkas antara aku dan seorang teman lama Inaq di malam tahlilan usai kewafatannya.
Malam itu aku bersama keluarga dan sejumlah warga kampung berkumpul di rumah Inaq dan membaca dzikir-dzikir dan Al-Qur’an dengan niat pahalanya dihadiahkan untuk Inaq. Tahlilan biasa kami menyebutnya.
Tiba-tiba seorang teman lama Inaq yang duduk di sampingku bertanya, “Apa kamu tahu keutamaan inaqmu?” aku mendengar pertanyaan itu dan tidak berniat untuk menjawabnya. Ia pun melanjutkan, “Tiap ada pengajian dan ulama datang di kampung kita, Inaqmu yang melayani mereka dengan menyiapkan makanan-makanan untuk disantap mereka setelah pengajian.”
Itulah Inaqku. Sosok yang namanya masih kupanggil-panggil dalam masa-masa berat dalam hidupku saat ini, “Inaaq.. inaq.. inaq.. inaaq.. inaaq… aku kangen inaaq.”
Pondok Putri Fajrul Islam, 25 Agustus 2024