"Sejak beberapa tahun lalu, saya rutin mengajukan permintaan khusus kepada Allah, Ya Allah, berikan hamba guru yang dapat mengenalkan hamba kepada-Mu, membawa hamba kepada kecintaan-Mu atau dengan redaksi yang sedikit berubah-ubah," ujar Ustadz Multazam Zakaria Fajrul Islam dalam doanya.
Doa tersebut ia panjatkan karena Ustadz Multazam merasakan bahwa dirinya terlambat menyadari tentang pentingnya arti seorang guru dalam hidupnya.
"Saya termasuk orang yang telat sadar tentang pentingnya arti seorang Guru dalam kehidupan, saya baru menyadarinya setelah waktu terasa begitu sempit dan langkah begitu pendek," ujar Ustadz Multazam.
Sehingga, dengan doa yang terus ia dawamkan tak disangka logika jika Allah SWT mengantarkannya kepada guru yang selama ini ia doakan.
Singkat cerita, lebih tepatnya pada bulan Sya'ban Allah SWT mentakdirkan dirinya melihat poster Majlis Kutub Sittah Syaikhuna KH. Muhammad Idror Maimun Zubair yang akam dimulai pada 17 Sya'ban 1443 H di Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Sampai hatinya langsung seperti ikatan dan ada panggilan untuk hadir dalam majelis tersebut, walaupun terdapat kendala baik dalam biaya perjalanan, jarak, tugas-tugas, berkelindan dalam hati.
Namun, pada ahirnya Ustadz Multazam langsung meminta nasihat dari guru-gurunya dan para gurunya terebut menyarankan untuk berangkat dalam majelis tersebut.
Setelah semua idzin sudah dikantongi, Ustadz Multazam reschedule agenda dan pembekalan, rapat pengurus, yang mendapat respon baik dari para pengurus.
Setelah sampai di Sarang Ustadz Multazam bertemu dengan putra bungsu Syaikhuna KH. Maimun Zubair pendiri PP Al-Anwar Sarang yakni Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair yang dikenal paling mirip suara dan wajahnya dengan Syaikhuna Maimun.
Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair selain menempuh pendidikan di dalam negeri, ia juga duduk bersimpuh selama 10 tahun di Rusifah Makkah.
Selama di Makkah Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair berada dalam didikan Muhaddits Sayyid Muhammad Alawy al Maliky dan Sayyid Ahmad Alawy al Maliky, sehingga usia muda tak mencegahnya menjadi seorang 'alim yang istimewa.
Putra bungsu Syaikhuna KH Maimun Zubair dikenal dengan pribadi yang santai tapi sangat berwibawa, bahkan selama beberapa hari di Sarang ustadz Multazam tidak berani bertatap mata langsung.
Entah kenapa, kewibawaan alami yang tidak dibuat-buat.
Hingga suatu waktu, pada malam kedua Majlis, putra bungsu Mbah Maiemun Zubair tersebut minta dibacakan Al-Qur'an sebelum mulai majlis Bukhari dan tidak tahu kenapa mata sebagian teman melihat saya, dan beliau meminta Saya akhirnya membaca beberapa ayat.
Mulai dari hal itulah Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair bertanya-tanya tentang nama dan asal saya.
Kemudian Ustadz Multazam menceritakan bahwa dirinya berasal dari Belitung, "Multazam, dari Belitung Kiyai,' jawabUstadz Multazam dari pertanyaan Syakhuna Idror.
Sehingga Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair mengatakan bahwa yang pertama kali menyebar Islam di Sarang adalah Da'i dari Belitung.
"Yang pertama kali nyebar Islam di Sarang ini Da'i dari Belitung. Makanya di sini ada makam Blitung untuk mengenang itu," ujar Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair.
Hingga sejak saat itu Ustadz Multazam baru tahu tentang hal itu dan kemudian mencoba mencari tahu sejarahnya dan mengunjungi suatu tempat di dekat Al-Anwar yang bernama Blitung.
Maka sejak saat itulah, hampir setiap malam Syaikhuna KH Muhammad Idror Maimun Zubair menyapa Ustadz Multazam di awal majlis dengan senyumannya yang khas dan suaranya yang lembut.
"Multazam, ayo baca Qur'an dulu biar berkah," ujar Ustadz Multazam.***
Editor: Rizqillah
Sumber: Twitter @SejarahUlama